“Tenanglah. Aku yang akan bertanggung jawab”
=Bad Boy=
Aku terus berjalan di dalam keramaian. Manik mataku masih terus
melihat tanah. Tanpa ada niat untuk menatap depan. Sudah lama, sejak semua itu
terjadi. Sedikit memusingkan jika mengingat bahwa aku adalah seorang bad boy.
Entahlah, kenapa aku bisa disebut ‘bad boy’. Mempermainkan para
gadis saja aku tidak suka. Bahkan, aku selalu bertarung dan bertarung dengan
seorang pemuda yang sangat kusukai. Ya, aku di klub karate, aku mengikuti
kegiatan itu saat sedang libur sekolah, mungkin.
Manik mataku sedikit melirik ke belakangku. Menghentikan sejenak
langkahku untuk memastikan jika apa yang ada di kepalaku benar apa adanya.
Polisi.
Aku membenahi topiku. Sedikit memperlihatkan wajahku seolah aku
menantang polisi tersebut. Shit. Walaupun aku tahu akan berakhir seperti ini
tetap saja aku harus menyiapkan tempat. Dan, di sekitar sini tidak ada tempat
untukku.
Akan sangat merepotkan jika kau menjadi tenar.
Drap. Drap. Drap.
Aku mempercepat langkahku. Ah, lebih tepatnya aku mulai berlari
sekarang. Berurusan dengan seorang polisi akan membuat hidupmu sangat sulit.
Brakk.
Aku menjatuhkan tong-tong yang ada di sekitarku. Setidaknya, itu
bisa membuat polisi itu membuang waktunya sedikit. Atau mungkin tidak.
Aku sedetik yang lalu tertegun. Namun, aku tidak pedulikan apapun
yang dilakukan polisi tersebut. Yang terpenting adalah saat aku sudah lepas
dari mahluk bernama polisi saat itu juga aku bisa merasakan yang namanya
kenyamanan yang sesungguhnya. Atau mungkin tidak.
“Shut up”
=3=
“Hei you”
Harry membenahi kacamatanya malas. Manik emeraldnya menatap tiga
pemuda yang sudah ia ketahui jika salah satu dari pemuda itu memanggilnya.
“Why?”
Harry mendecih pelan. Sudah bisa ia pastikan jika akan ada
pertarungan hanya karena sebuah juice yang menempel di baju. Sangat konyol.
Namun, bagaimana jadinya jika kekonyolan itu yang akan terjadi beberapa menit
kemudian.
Bugh.
Sudah dapat diduga. Harry mendecih kecil. Kemudian melepaskan
kacamata yang melekat di wajahnya. Jika kau tidak bisa mengubah sikapmu,
ubahlah penampilanmu. Bukankah Harry benar dengan itu.
Si teladan Harry saat di sekolah. Dan, who know Harry? In muggle
place.
Pukulan bertubi di layangkan Harry tanpa ada rasa segan sedikitpun.
Tangannya sudah memukul habis kedua pemuda tersebut. Oh, ayolah ada princess di
sini. Dan bodyguardnya sudah dilumpuhkan oleh Harry. Apa yang akan terjadi
berikutnya.
Grep.
Shit. Bagus sekali, berpura-pura lumpuh untuk menahan Harry seperti
ini. Sangat mengerikan.
Bugh.
Harry menyeringai melihat hasil karyanya barusan. Hanya dengan
sekali tendang mereka benar-benar lumpuh. Atau mungkin mereka sedang mengisi
energi untuk mengalahkan seorang Harry. Atau kali ini mereka akan melakukan hal
yang sama pada Harry, yaitu berpura-pura lumpuh.
Baru beberapa langkah Harry hendak meninggalkan tempat ini. Ia
dapat memastikan jika hanya dalam hitungan kelima pemuda yang masih dalam
ambang ajalnya itu akan memanggilnya lagi. kalau begitu, lebih baik ia menunggu
kelanjutannya.
Srett.
Harry mengelak kaget mendapati pemuda itu sedang menggenggem pisau
lipat dengan gemetaran. Suatu keberuntungan jika ia bisa menghindar dari
tajamnya pisau tersebut.
Harry menatap pemuda itu horror. Jika meleset saja pemuda itu
menggunakannya, saat itu juga kemungkinan bagi Harry dapat bersekolah di
Hogwarts hanya mimpi belaka. Dan, Harry tidak akan membiarkan semua itu
terjadi. Tidak.
Sret.
“Bodoh”
Harry menatap pemuda pirang di depannya dengan bingung. Dengan
sekali tendang pemuda pirang itu menjatuhkan pemuda pemegang pisau aneh
tersebut. Mungkin, luka pemuda itu hanya sebuah bulatan kecil di kepalanya
karena jatuh dari tangga.
Harry meneliti setiap centi tubuh pemuda pirang di hadapannya.
Setetes darah mengalir dari tangan pemuda itu. Walaupun, tangan pemuda itu
terkepal Harry bisa melihat jelas jika telapak tangan pemuda itu terluka.
“Pirang idiot”
“Harry?”
=3=
“Syukurlah, kau tidak apa” Harry mengusap lembut telapak tanganku.
“Kenapa bisa kau si darah bangsawan ke dunia muggle huh?”
Aku terdiam. Bahkan, aku juga bingung kenapa bisa aku berada di
dunia yang nyatanya bukan duniaku. Mungkin, aku bisa ke tempat ini hanya karena
aku mengejarmu. Atau aku melindungi seseorang yang bukan dirimu.
“Kau mau ke rumahku?”
Aku sedikit berpikir. Ini suatu kesempatan besar jika seorang Draco
Malfoy menginap di rumah Harry. Tapi, tunggu. Harry di muggle bersama
dengan sepupu aneh mengerikannya itu. tidak, ini buruk bagi seorang Draco
Malfoy.
Lebih baik jika tanganku di robek oleh tajamnya belati, samurai,
ataupun sejenisnya oleh orang aneh tadi. Tapi, ah, lupakan pikiran gilamu Draco
Malfoy.
“Aku sendirian di rumah”
Aku hampir menjerit senang mendengarnya. Walaupun, dalam faktanya
seorang Draco Malfoy menjaga wajah tanpa ekspresinya ini. Ini kesempatan.
Merlin melindungimu Draco. Merlin mendukung pikiran gila yang ada di kepalamu
Draco.
“Cukup dengan pikiran gilamu, Malfoy”
“Tidak. Terima kasih atas bantuanmu, Potter”
Idiot Malfoy. Aku merutuk untuk kesekian kalinya, saat manik
silverku menatap punggung kecil Harry yang menjauh. Kesempatan untuk tinggal
bersama Harry terbuang sia-sia saat ini. Jika saja aku tidak di kejar oleh para
polisi aneh mungkin aku akan menuruti keinginan Potter.
Dasar polisi menyebalkan.
=3=
Belati kecil itu tepat mengenai bagian pahaku. Perih. Hanya itu
yang aku rasakan kali ini. apa-apaan orang ini seenaknya menusukku dengan
belati sedangkan aku sedang duduk santai di bawah jembatan sambil memakan
onigiri yang sempat ku beli di salah satu restaurant Jepang.
“Kau sangat tahu ia berharga bagiku”
Suara ini. Ron.
Lagi-lagi aku terdiam menatap kedua matanya yang menyiratkan rasa
sedih yang mendalam. Asal kau tahu Ron, aku juga merasakan hal yang sama.
Walaupun, aku terkadang memang ingin menyodorkan samurai ke arahnya tapi, saat
aku melihat manik emerald orang yang kusuka meneteskan air mata saat itu aku
juga sakit.
Bugh.
Aku terdiam tidak melawan pukulan yang dilayangkannya. Aku tahu aku
salah. Aku juga merasakan kehilangan. Tapi, aku melindungi seseorang yang
benar-benar menganggapku teman. Walaupun, kau juga temanku. Maafkan aku harus
berbohong padamu.
“Kenapa kau tidak melawan, brengsek”
Kerah kemeja yang kupakai ditarik kasar oleh Ron membuat tidak ada
jarak diantara kita sedikitpun. Dia menangis. Apa yang aku lakukan.
Ron memelukku erat. Menangis sejadi-jadinya di dalam pelukanku. Aku
tidak membalas pelukannya. Hanya bisa terdiam tanpa ada ucapan dan sikap
apapun. Karena, aku tahu hanya ada satu orang yang dapat menenangkannya.
“Kau benar-benar brengsek, Malfoy”
“Maafkan aku yang tidak mengatakan hal yang sejujurnya padamu”
Aku melepaskan pelukan Ron perlahan. Menghela napas pelan dan
berlalu begitu saja. Tak peduli dengan isak tangis yang terdengar dari belah
bibirnya. Yang aku tahu sekarang hanya satu, aku tidak dapat memberitahu
kebenarannya pada siapapun.
Kerah kemejaku lagi-lagi ditarik. Cukup, aku sangat tidak menyukai
hal ini. seenaknya menarik kerahku, beruntung aku tidak sedang memakai kaos
oblong jika aku memakai kaos oblong kupastikan karet lehernya akan melar.
Kutepis tangan yang menempel di kerah kemejaku. Berbalik, dan
menjalan mundur ketika aku melihat
sekumpulan orang aneh menggunakan dresscode berwarna merah. Apa-apaan
orang aneh ini.
“What?”
=3=
“Aku tidak pernah menyangka akan bertemu denganmu saat liburan di
dunia muggle”
Hermione tertawa kecil menanggapi. Aku bertemu dengan gadis ini
saat aku sedang berjalan ke salah satu apartment yang sempat ku sewa untuk
liburanku di dunia aneh ini.
“Ada apa?”
“Itu bukannya Ginny Weasley”
Aku mendecih kesal. Kenapa siswi Hogwarts ada di sini. Apa memang
di sinilah mereka menghabiskan liburan panjang. Menyebalkan.
“Lalu?”
“Yeah. Aku sedang ada di Blok A2. Tepat di atas jembatannya. Aku
menunggumu, Neville baby”
Aku melirik ke arah Ginny yang sedang menggenggam ponsel flipnya.
Manik mataku menyipit melihat ke arah Ginny yang memberikan kiss bye kepada
orang di sebrangnya.
Bukankah Ginny masih memiliki hubungan dengan Harry. Otakku bekerja
keras memikirkan apa yang sedang aku lihat saat ini. Mencoba berfikir positif
jika yang menelpon Ginny adalah Harry. Tapi, jelasnya Ginny menyebutkan nama
Neville. Sial. Liburan di dunia muggle membuatku benar-benar muak dengan
adanya orang-orang Hogwarts.
“Expeliarmus”
Hermione bergumam pelan. Membuatku sedikit tersentak dan langsung
merampas tongkat sihirnya. Dan mendorong tubuh Hermione pelan.
Kulihat Hermione menatapku penuh amarah. Sial, amarahnya tersulut.
Walaupun, sebenarnya Draco tahu apa yang membuat Hermione kesal. Tapi, tidak
seharusnya menggunakan sihir di dunia muggle.
Bugh.
Hermione mencengkram leher Ginny erat. Sesekali memukul wajah gadis
berambut lurus itu dengan kencang. Bahkan, sudut bibir Ginny sudah terluka
akibat dua pukulan yang tepat mengenai wajahnya. Ini mengerikan.
“Apa yang kau lakukan padaku, brengsek”
“Kau selingkuh dari Harry”
“Apa masalahmu huh?”
“Kau”
Aku yang mendengar geraman Hermione akhirnya mendekati kedua gadis
itu. Dengan pelan aku memegang pundak Hermione berusaha menenangkan amarahnya.
Mencoba menjauhkan kedua gadis itu dari kata pertempuran yang mengerikan
bagiku.
“Hermione sudah”
Saat Hermione sudah mulai menjauh dari Ginny. Aku menarik tangannya
untuk segera pergi dari tempat tersebut. Namun, segala pikiran idiotku salah.
Memang Hermione menjauh dari Ginny tapi tidak dengan kakinya.
Brakk.
Aku menatap Hermione dengan horror. Ginny terlempar dari jembatan
yang sedang kupijaki ini. dasar gadis bodoh.
“A-aku..”
Aku berjongkok di depan Hermione yang terisak dan masih menatap tak
percaya dengan apa yang ia perbuat baru saja. Aku yakin memang Hermione tidak
sengaja. Namun, siapa yang akan percaya dengan kata tidak sengaja.
“A-aku ti-tidak mau” Hermione menutup wajahnnya. “Aku tidak mau
dipenjara” akhirnya teriakan yang aku tahu sedari tadi ia tahan keluar dari
bibirnya.
“Tenanglah. Aku yang akan bertanggung jawab”
=3=
“Benar-benar bodoh”
Harry mencibirku. Setelah Harry membawaku kabur dari sekumpulan
orang aneh ̶walaupun sebenarnya ia datang telat, karena aku sudah melumpuhkan
hampir sepuluh orang. Aku bercerita semuanya. Tapi, aku tidak berbicara tentang
yang sebenarnya. Aku tidak akan pernah percaya pada siapapun.
“Semua orang tidak akan menerima kenyataan ‘ketidak sengajaan’
bodoh”
“Kau termasuk dari kata semua orang”
“Tapi, kita sama-sama satu”
Aku menatap Harry bingung. Harry turun dari motornya dan duduk di
bangku yang kosong. Aku sangat malas untuk menghampirinya daripada itu lebih
baik aku tetap di motor dan berusaha untuk mengetahui jarak polisi dengan suara
sirine yang berisik itu.
“Aku dan kau sama-sama buronan” Harry menghela napas. “Tapi, aku
tidak menyangka mereka masih memburuku. Padahal aku sudah menghilang lebih dari
tiga tahun dari dunia muggle”
Aku hanya menatap Harry tanpa ada niat menanggapi. Walaupun
sebenarnya aku sangat penasaran apa yang dilakukan seorang Harry Potter
sehingga ia menjadi buronan sepertiku.
“Pernah dengar kata pertarungan antar genk? Jika iya, aku termasuk
orang dalam genk tersebut yang sangat bermasalah. Dengan ‘medali’ dan ‘cap’
dari para polisi. Bahkan, aku pernah merusuh di depan kantor polisi. Wajar saja
kan?”
Aku menatap Harry dengan menggaruk tengkukku. Tidak pernah ku
sangka seorang Harry bisa berurusan dengan polisi. Dan, lebih tidak kusangka ia
mengatakan semuanya tanpa ada beban sedikitpun.
Sadarlah Potter. Aku adalah musuh bebuyutanmu di Hogwarts.
“Kau tahu? Aku mengatakannya karena aku percaya padamu, Malfoy”
“Terserah padamu”
“Aku harus ke markasku. Dan, kau ikut”
Aku menatap kaca spion. Sempat aku melihat Harry yang memasukkan
kembali ponselnya. Sudah pasti ada orang yang menghubungi Harry selama aku
bernarsis ria di depan kaca spion.
“Aku membonceng”’
“Terserah”
=3=
Ckitt.
Decitan yang bersumber dariku berbunyi saat aku mengerem mendadak.
Membuat Harry yang sedari tadi memelukku sekarang ganti mencekikku.
“Lepaskan tanganmu, Potter”
Aku mendecih kesal melihat Harry langsung berlalu begitu saja meninggalkanku.
Beruntung, aku sudah sampai di markas Harry. Jadi, aku tidak perlu mendengarkan
triakkan bisingnya yang menyuruhku berhati-hati, pelan-pelan, dan menunjukkan
arah.
Aku yang sedari tadi mengikuti Harry hanya diam saja melihat
beberapa orang yang terluka. Dan, kenapa ada Fred. Aku masih merasa ada di
Hogwarts saat ini. Apa nanti aku akan bertemu dengan Voldemort. Hentikan
pikiran konyolmu Draco.
“Pertempuran atau
penyerangan tanpa ada masalah huh?”
“Bukan urusanmu, Malfoy”
“Kau mau kemana menemui Asley? Dan melawannya. Kau pikir kau
siapa?”
Aku berkomentar keji. Sayup-sayup sebelum aku mengucapkan kata
Asley aku sempat mendengar jika Fred dan Harry sedang membicarakan seseorang
yang bernama Asley.
“Kau tidak akan melakukan itu kan? Lagipula kau tidak tahu Asley”
“Aku ada urusan”
Harry meninggalkanku dengan Fred dan beberapa orang yang tidak ku
kenal lainnya. Aku tidak yakin jika ia tidak ada niat untuk bertemu dengan
seseorang yang bernama Asley itu.
=3=
“Sudah kuduga”
Aku memang sengaja membawa komplotan Harry. Sangat bodoh jika aku
ke markas orang yang sama sekali tidak aku kenal tanpa membawa siapapun. Itu
tindakan yang sangat bodoh. Tunggu. Harry tidak datang sendirian ke tempat ini.
Tapi, aku tahu siapa yang di bawa Harry. Theo.
“Sebenarnya aku di Hogwarts atau di dunia muggle sih?”
Aku melihat dari jauh Harry dan Theo melawan orang-orang aneh itu
berdua. Tanpa sebuah tongkat, mantra, ataupun sejenisnya. Hanya dengan sebuah
kepalan tangan dan tendangan.
“Kapan kita akan maju”
“Saat mereka membutuhkan kita”
“Aku tidak bisa menahannya, bodoh”
“Memangnya kau siapa?”
Aku mendecih kesal. Manik mataku membulat saat Harry dalam keadaan
lumpuh. Sial. Bagaimana bisa Harry dilumpuhkan secepat itu.
Tanpa sadar aku berlari menuju Harry tanpa peduli dengan
teman-teman Harry yang ternyata mengikutiku. Yang aku tahu, aku harus
menyelamatkan Harry dari sebuah belati. Lagi?
Bugh.
Aku menendang pemuda itu kesal. Menarik tangan Harry untuk bangkit.
Dan memeluknya sesaat.
“Kau tak apa kan?”
Duaghh.
Harry melayangkan tinjunya ke wajahku. Apa-apaan orang ini sudah
ditolong malah bersikap seperti itu. Sangat menyebalkan. Bagaimana bisa aku
menyukai orang semenyebalkan Harry.
“Yang punya masalah terhadap Asley adalah kau. Asley mengincarku
karena kau ada di dekatku, bodoh”
Kau terdiam menatap Harry bingung. Beruntung, tidak ada satu
orangpun yang menyerang kami. Semuanya sudah diatur oleh teman-teman Harry yang
entah siapa itu.
Tanpa berpikir lebih lama dari ini aku menarik tangan Harry
membawanya masuk ke dalam markas yang nyatanya sangat sepi. Atau mungkin,
memang ini suatu permulaan karena itu sepi?
=3=
Aku menahan napas mendapati wajah yang sangat mirip dengan Fred.
Apakah ini Asley yang mencari masalah dengannya. George.
“Kenapa kalian tidak bergerak untuk membunuhnya huh?”
Asley is WeAsley.
Setelah aku berani untuk meninggalkan Harry dengan segala
keparcayaan dirinya untuk menghadapi pemuda berambut botak yang tidak kukenali
itu. aku terus berlari dan menjatuhkan orang-orang yang menghalangi jalanku.
Entahlah, aku bingung. Kenapa bisa nyatanya sekarang sosok yang
mencariku hanyalah seorang George Weasley. Sangat tidak penting.
Selagi aku masih mencerna semua yang kepalaku terima. Aku memukul
jatuh orang0-orang yang menyerangku. Dari yang menggunakan belati, sebuah toya
panjang, bahkan, samurai. Hebat sekali salah satu dari mereka memiliki samurai.
Brakk.
Punggungku terasa nyeri sekali. Aku terduduk lemah. Sial, semua
titik lemah manusia ada di punggungnya.
“Mengalahkan dia saja kalian tidak ada yang mampu?”
Bugh bugh bugh.
Aku meringis sakit. Bagian punggungku terasa nyeri sekali. Sekarang
George memukuli wajahku berulang kali. Aku bisa melihat walaupun samar ia
menyeringai keji padaku. Bahkan, sayup-sayup aku masih bisa mendengar suara
kekehannya.
Aku bangkit perlahan. Ku angkat wajahku menantangnya. Kulayangkan
tinjuku pada George. Sebelah tanganku mengambil tongkat sihirku. Dengan
perlahan aku mengacungkan tongkat sihirku dan bergumam.
“Obliviate”
George jatuh seketika. Aku sangat berharap jika mantraku berhasil
kugunakan. Aku tidak tahu apa yang terjadi jika nyatanya aku tidak bisa
membuatnya melupakan ingatannya tentang Ginny.
Tapi, walaupun begitu. Sepertinya, aku memang harus bertanggung
jawab. Karena, aku berjanji pada Hermione akan menggantikannya membusuk di
penjara.
“Malfoy”
Aku tersenyum lembut ke arah Harry yang berlari memelukku. Aku
melirik ke sebelah Harry di mana Theo berdiri dan mengerlingkan sebelah matanya
padaku. Kenapa bisa Theo ada di sini.
“Aku mendengar sirine polisi. Pergilah”
Aku mengecup bibir Harry kilat. Tak mau jika ada melihat adeganku
dengan Harry. Bisa heboh di Hogwarts jika ada yang membocorkannya.
“Aku dan Theo akan menyusul kalian, pergilah”
Hanya Theo yang tahu semua kebenaran yang terjadi.
=3=
Harry menatap Theo dari kejauhan. Manik emeraldnya masih mengedar
untuk mencari sepasang manik siver yang memikatnya. Kedua kelereng Draco yang
sampai saat ini tidak di temukan.
“Di mana Malfoy?”
Theo hanya dapat terdiam membisu. Manik matanya hanya menatap Harry
seolah manik mata itu sedang menyampaikan sesuatu pada Harry.
Harry yang dapat mengerti maksud dari balik kedua bola mata Theo
hanya bisa melayangkan tinjunya tepat di wajah Theo. Sambil menggigit bibir
atasnya kesal.
“Kenapa? Kenapa kau melakukan itu?”
“Dia yang menginginkannya”
“Kau tidak tahu jika aku
sudah menganggapnya sebagai seorang yang sangat berarti bagiku”
Harry terisak kecil. Sebelah tangannya ia gunakan untuk menekan
luka di sudut bibirnya. Memejamkan matanya seolah Draco sedang mencium
bibirnya. Walaupun fana Harry sedikit tersenyum dengan bayang-bayang Draco di
kepalanya.
“Aku tidak akan kembali ke Hogwarts untuk beberapa waktu ini”
Theo tersenyum kecil menanggapi. Ia sangat tahu maksud Harry saat
ini apa. Harry ingin menemani Draco dengan cara menyerahkan diri pada aparat
polisi. Dasar aneh.
Walaupun begitu, Theo bisa merasakan ketulusan Harry saat ini.
bahkan, jika Theo berada di posisi Harry dan Blaise ada di posisi Draco,
mungkin ia juga akan menyerahkan diri pada aparat polisi. Ia tidak bisa hidup
tanpa Blaise.
Lagipula, apa enaknya jadi buronan.
“Sejak kapan seorang Draco Malfoy tidak menggunakan kelicikkannya,
bukankah Malfoy selalu egois. Kemana sifat egoisnya itu kali ini. Bad boy itu
julukan yang pantas”
FIN






0 comments:
Post a Comment