Draco Lucius Malfoy yup, Draco Malfoy pemuda berambut pirang nan
tampan itu masih mengusap hidungnya. Entah mengapa pagi ini hidungnya
mengeluarkan darah tidak jelas. Dan berakhir ia menggunakan masker yang telah
ia buat untuk menutupi sebagian wajah tampannya. Walaupun ia juga masih membawa
saputangan di tangannya. Siapa tahu nanti bocor.
MASK
“Bukan urusanmu bodoh”
“Haha ketampananmu hilang Malfoy”
“Ha!”
“Sana kau ke Professor Severus Snape mungkin ia menemukan ramuan
untuk membuat wajahmu semakin merah haha”
“Jangan membuat lelucon yang konyol Vincent”
Draco melanjutkan perjalanannya menuju ke asrama Gryffindor untuk
menemui sang musuh ̶ Harry Potter. Ya, menurutnya hanya musuhnya yang bisa
membuat hidungnya terus mengalirkan darah. Karena, terakhir kali sebelum ia tidur
Harry memukul wajahnya.
“Kenapa tidak bisa sembuh” Draco tiba-tiba teringat dengan
perkataan Vincent. “Tidak mungkin aku ke Professor Snape. Lebih baik ke Harry
langsung”
Draco mulai melepas maskernya kasar. Telat darahnya sudah merembes
ke maskernya. Draco mulai menutup sebagian wajahnya dengan sebelah tangannya.
Brengsek. Lama-lama ia bisa mati kehabisan darah jika begini. Tidak. itu tidak
boleh terjadi padanya.
“Kau memang bodoh mate”
Draco menghentikan langkah ia mengenal suara ini. Di mana ia yakini
jika suara itu membawa musuhnya ke hadapannya sekarang juga.
“Semoga aku tidak diapa-apakan oleh Mr. Malfoy itu”
Draco mengusap hidungnya berkali-kali menghilangkan bekas darah
yang sudah keluar sejak tadi. Bagaimana bisa, bahkan ia baru mendengar suara
musuhnya itu. Tapi, kenapa hidungnya mengeluarkan darah lebih banyak.
“Tuan Malfoy. Sedang apa kau di sana?” kali ini perempuan Granger
bertanya polos saat melihat Draco menempel pada dinding sambil menutup
wajahnya.
Draco dengan cepat masih menutup hidungnya dengan sebelah
tangannya. Berlari meninggalkan trio
emas itu dengan tanda tanya besar.
=3=
“Bagaimana bisa? Semua otakku di isi oleh bocah potter itu”
Draco masih menutup hidungnya saat sudah sampai depan asramanya.
Demi Merlin bagaimana bisa itu semua terjadi padanya. Pada seorang Malfoy.
“Kau kenapa?”
Draco melirik ke arah perempuan itu. Ginny Weasly.
Draco masih menutup hidungnya hingga ia mengeluarkan suara yang
berbeda karenanya. “Tidak apa. Kenapa kau bisa di sini?”
Ginny tersenyum lebar saat pertanyaan itu keluar dari belah bibir
Darco. “Aku mengikutimu”
“Untuk apa?”
“Karena. Kau. Menyukai. Harry”
Draco terdiam. Dahinya mengernyit bingung mendengar penuturan si
muda Weasly itu. Otak jeniusnya mulai menimang apa yang terjadi padanya pagi
ini.
“Ha! Malfoy. Jika otak jeniusmu itu tahu. Perbedaan antara membenci
dengan mencintai itu hanya setipis kertas” Ginny menyeringai senang mendapati
raut wajah berbeda dari seorang Draco Malfoy. “Tapi, aku tidak akan melepas
Harry padamu”
“Bukankah kau putus dengannya. Apa masalahmu”
“Dia hanya melindungiku dari Voldemort. Setelah ia mendamaikan
dunia ini kami akan menikah. Mengerti.”
“Aku sudah sangat menunggunya”
Apa Draco baru mendengar ancaman dari seseorang yang ingin merebut
‘miliknya’. Rasanya sangat konyol bukan. Ayolah, ia seorang Malfoy. Dan, ia
tidak akan membiarkan siapapun merebut miliknya.
=3=
Draco melirik kesal melihat Ginny yang ‘menyerang’ Harry-NYA.
Ayolah, jika Harry memutuskan hubungannya dengan Ginny berarti ada masalah
dalam hubungan itu sama seperti hubungan Harry dan Cho Chang. Tapi, kenapa
perempuan itu tidak sadar juga.
“Aku ada urusan lepaskan tanganmu”
Draco menutup hidungnya. Damn. Sebenarnya ada apa dengan tubuhnya.
Menyusahkan.
“Urusan dengan siapa?”
“Ron. Ah, maksudku Draco. Ya, Draco. Jadi bisakah, kumohon”
Hampir saja Harry menyebut Ron yang notabene adalah kakak dari
Ginny. Bisa saja Ginny mencari alasan untuk tetap menempel padanya. Seperti,
‘aku ingin bertemu dengan Ron kakakku’. Atau ‘kalau begitu kita jalan bersama
saja. Kan satu asrama’.
Draco yang mendengar namanya dipanggil oleh Potter muda itu mulai
mendongakkan kepalanya dan berjalan mendekati Harry. Walaupun sebelah tangannya
masih ia gunakan untuk menutup hidungnya.
“Harry”
Draco mendaratkan sebelah tangannya ke bahu sempit Harry. Sedikit
menyeringai ke arah Weasley muda di sebelah Harry. Walaupun seringainya
tertutupi oleh tangannya.
“Ah, aku harus pergi”
Harry melepaskan genggaman tangan Ginny dari lengannya dengan
sangat pelan. Setelahnya ia menarik paksa Draco untuk menjauh dari Ginny.
“Hei tunggu. Kau mau membawaku kemana?”
Harry menghentikan langkahnya saat merasakan telinganya mendengar
suara yang tidak asing baginya. Ia menoleh ke belakang mendapati Draco yang
masih menatapnya dengan tatapan malas.
“Kau. Mau apa lagi kau?”
Hardikkan kasar Harry hanya membuat Draco melirik ke arah tangannya
yang masih setia digenggam oleh pemuda potter itu.
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu”
Harry membalikkan tubuhnya kesal lalu kembali berjalan dengan
sebelah tangannya masih berpautan dengan tangan Draco. Ayolah, kapan Harry
sadar jika tangannya itu bisa membuat seseorang mati karenanya.
“Harry” Harry menghentikan langkahnya tanpa membalikkan tubuhnya.
“Kau menyukaiku ya?”
“A-apa maksudmu?”
“Maksudku. Bisa kau melepaskan tangan kotormu itu dari tanganku”
Harry menundukkan kepalanya memperhatikan kedua tangannya
bergantian. Demi Merlin. Kenapa ia tidak sadar jika jemari tangannya mengumpat
di sela-sela tangan Draco. Oh, god bisa mati malu dirinya.
“Memangnya tidak boleh”
“Tentu saja tidak”
Harry berbalik menatap tajam Draco tanpa ada niat untuk melepaskan
tautan tangannya itu. Jangan tanya kenapa. Mungkin tangannya sudah nyaman
dengan kehangatan dari tangan Draco.
“Kenapa kau menutup hidungmu seperti itu?”
“Karena kau bau”
Harry mendengus sebal. “Apa maksudmu?”
“Maksudku. Aku mencintaimu”
Harry membelalakkan kedua bola matanya kaget. Hei, sudah lama ia
menutupi hubungannya dengan Draco dengan berhubungan dengan perempuan di luar
sana ataupun dengan perkelahian kecil di antara mereka. Dan, dengan idiotnya
Draco membocorkan hubungan mereka.
“Lovely. Kamu kenapa?”
Harry menurunkan sebelah tangan Draco yang masih setia menutup
hidungnya. Jemarinya mulai menghapus bercak darah di bawah hidung sang kekasih.
Ya, kita bisa menyebutnya seperti itu sekarang.
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu” Harry menjawab datar.
“Apa ini dari kemarin? Kemarin aku melihatmu memakai masker dan menutupi
hidungmu ini” Harry mencubit kecil hidung Draco.
Draco tersenyum kecil melihat betapa manisnya tingkah laku
kekasihnya ini. Demi Merlin. Ia bisa-bisa mimisan lagi karenanya.
“Aku?” Draco tersenyum meledek ke arah Ginny yang memang sudah ia
perkirakan akan ada di belakangnya itu.
“Ya. Kau, memang siapa lagi?”
“Hanya mendeklarasikan sebuah pernyataan jika kau itu milikku”
Draco mengelus pelan permukaan pipi Harry. “Dan agar tidak ada satupun orang yang mengaku
jika kau adalah miliknya”
Harry tersenyum lembut mendengarnya. Ia sangat tahu jika kekasihnya
ini sangat pencemburuan. Memang, ia berusaha menyembunyikan hubungannya dengan
Draco. Dan, itu juga dengan izin dari Draco sendiri. Namun, ya, begitulah.
Draco yang membuatnya memutuskan hubungan dengan Cho dan Ginny.
“Kau aneh”
Draco yang memintanya untuk berpacaran dengan Cho dan Ginny. Tapi,
Draco juga yang memerintahkan untuk memutuskan hubungan dengan alasan yang
konyol. Juga karena Draco ia selalu meladeni setiap perang antara dirinya dan
Draco.
“Hee? Kau mencintai si aneh ini kan?”
“Tidak. aku mencintai Ginny”
Harry tersenyum meledek ke arah Draco sebelum akhirnya ia tertawa
kecil.
Draco menatap tajam kedua bola mata indah Harry. Apa maksud dari
perkataannya. Jangan sampai kekasihnya ini malah mempermalukan seorang Draco
Malfoy dan membuat semua orang mengira jika cintanya bertepuk sebelah tangan.
“Mau mencoba hal yang menyenangkan?”
Harry tertawa canggung. Ia tahu jika perkataan Draco itu mengandung
unsur. Namun, ia masih tertawa kecil. Ia mulai melepaskan pautan tangannya dari
tangan Draco beralih untuk mengalungkan kedua tangannya di leher Draco.
“Aku juga mencintaimu”
“See? He’s mine”
FIN.







0 comments:
Post a Comment