Valentine's Day Pumping Heart
RSS

Not Just a Review

“Jadi kau menulis untuk apa? Review?”

"Tidak, aku tidak menulis untuk itu. Aku mempunyai alasan lain"

=Not Just a Review=

Sequel never ending love story, why him?

Chen terkekeh kecil melihat layar datar ponselnya. Manik matanya hampir mengeluarkan air mata. Ia tidak bisa membendung tertawanya akibat sebuah situs yang ia baca.

"Aku seperti pernah mengenal cerita ini"

Chen memeluk gulingnya masih dengan tertawanya. Ia merasa seperti ada bulu biri-biri menggelitik perutnya. Ia tidak bisa berhenti tertawa bagaimana ini? Perutnya jadi sedikit sakit.

"Kenapa kau tertawa eh?"

Chanyeol pemuda bertubuh tinggi itu berdiri di daun pintu kamar Chen.
 
Sedangkan Chen ia masih tertawa keras tidak peduli dengan keberadaan Chanyeol. Baginya hanya satu. Situs yang ia buka tadi. Menceritakan tentang dirinya dan seseorang yang tidak ia kenal namun, seseorang yang mencintainya lebih.

"Chanyeol-ah"

Sebelum Chanyeol sempat meninggalkan kamarnya, Chen bangkit dan menahan Chanyeol dengan cara menindih tubuh yang lebih besar darinya itu dengan loncatan.

Brukk.


"Chen pabo. Apa yang kau lakukan?"

"Tidak ada. Habisnya, kau main pergi saja kan menyebalkan"

Chanyeol menepak kepala Chen kasar. Sekalipun, Chen terlihat kecil namun berat badannya siapa yang tahu kecuali kau sudah merasakan ditiban beton. Mungkin, seperti itu.

"Hei, kalau ada orang yang mencintaimu lebih dari dirinya sendiri apa perasaanmu?"

"Senang"

Chen melayangkan pukulannya di kepala Chanyeol. Masih dalam posisi yang sama itu membuat Chen mudah memukul Chanyeol. Dan, itu menguntungkan bagi Chen namun merugikan di pihak Chanyeol.

"Kenapa memukulku"

"Tapi, kau tidak mencintainya"

"Dia tidak menyuruhmu untuk mencintainya, bukan? Lalu, apa masalahnya?"

Deg.

Apa masalahnya? Jangan tanya pada Chen karena ia juga tidak tahu kenapa ia sangat penasaran dengan 'orang itu'. Bahkan, tanpa disadari dirinya sendiri Chen malah mencari tahu tentangnya melalui beberapa orang. Idiot bukan? Tapi, tak sedikitpun temannya mengatakan padanya jika ada satu orang yang menunggunya sejak junior high school.

Keren bukan? Orang itu benar-benar gila. Ia menyebar luaskan kata cinta kepada siapapun agar kata cintanya bisa sampai pada Chen. Seberapa besar cinta orang itu pada Chen.

"Please, stop loving me to death"

Chanyeol hanya memutar bola matanya bosan. Ia tidak mau tahu tentang asmara si Chen atau tentang secret admirer seorang Kim Jong Dae. Jujur saja, jika Chanyeol ada di posisi Chen, ia tidak akan menyianyiakan pemuda mungil yang telah lama memendam rasa padanya.

"Jangan hanya peduli dengan apa yang kau suka"

=3=

"Iya, aku akan berangkat dengannya"

Chen merapihkan pakaiannya. Ia menatap dirinya yang lain melalui cermin. Tuxedo hitam cek. Sepatu hitam cek. Wajah tampan cek.

“Teman wanitamu menelpon beberapa kali”

“Iya. Aku segera”

Chen mengibaskan tangannya mengusir Chanyeol yang terus-menerus mengganggunya dengan mengatakan teman wanitamu menelpon. Sebenarnya, siapa yang disebut Chanyeol dengan teman wanita/? Setelah dipikir berulang kali Chen tidak punya teman wanita yang dekat dengannya.

“Ren?”

Chen menatap sosok gadis cantik menurut sebagian orang. Jadi, ini yang disebut teman wanita yang menelpon alias memanggil.

“Style rambutmu terlalu cantik”

“Kau suka kan?”

Chen tersenyum kecil menanggapi. Ren pemuda cantik bermarga Choi ini memang selalu membuat Chen terperangah dengan penampilannya yang jauh dari kata tampan. Tak jarang salah mengira jika Ren itu adalah seorang perempuan termasuk teman sekamarnya̶ Chanyeol.

Sesampainya di pesta tersebut Chen dan Ren berpisah. Sebenarnya, ini bukan sebuah acara pesta atau prom night namun, ini adalah acara reunian semasa junior high school. Dengan bertemakan pasangan karena itu Chen sengaja membawa Ren bersamanya.

Namun, di tempat acara tersebut Chen bukannya menikmati acara. Ia malah mengambil tempat menyendiri di luar ruangan.

Tangannya mulai mengambil ponsel di sakunya. Tersenyum sendiri saat melihat layar ponselnya memperlihatkan sebuah link.

“Read”

Drrrt drrrt

Chen hampir melempar ponselnya karena kaget. Ck, ternyata Ren mengirim pesan padanya.

=3=

"Bakpao"

Xiumin tersenyum kecil menatap ke arah luhan yang tengah melambaikan tangan padanya. Beruntung sekaliXiumin bertemu dengan Luhan jika tidak mungkin ia sudah mati bosan di tempatnya berdiri saat ini.

"Sendirian?"

Xiumin menggeleng kecil menanggapi. Maksud dari bahasa tubuh Xiumin itu membuat Luhan celingukan mencari orang lain. Namun, nihil. Jadi, Xiumin dengan siapa?

"Dengan bayanganku"

Luhan melayangkan kepalan tangannya kesal. Ia kira Xiumin itu benar-benar sudah bisa move on dari laki-laki teman junior high schoolnya. Namun,nyatanya Xiumin masih belum bisa berpindah.

"Hei, begini ya. Aku ingin menanyakan sesuatu padamu. Soal cerita yang ada di web mu itu"

Xiumin terdiam sejenak. Ia pun mengangguk menanggapi. Walaupun, sebenarnya ia tahu kemana arah pembicaraan Luhan.

"Kau menulis untuk apa?"

doeng.

=3=

"Aku tidak tahu caranya membuat ia berhenti mencintaiku"

Drrt drrt.

Chen melirik sekilas ke arah ponselnya. Mengangkat bahu menanggapi tatapan Chanyeol yang seolah bertanya 'siapa' itu.

"Kalau ia bisa bahagia dengan kau membalas pesannya, kenapa tidak?"

"Maksudmu?"

"Dia sudah kehilangan orang tuanya, bukan? Kalau memang hanya kau yang bisa membuatnya bahagia dengan hanya sebuah pesan. Berkirimlah pesan padanya"

Chen menatap Chanyeol kaget. Manik matanya yang tadinya berbentuk normal sekarang melebar melebih biasanya. Hei, Chen baru tahu jika orang tua Xiumin telah meninggal.

"Jahatnya"

Mendengar penuturan Chanyeol tadi, Chen mulai membalas pesan singkat yang ternyata dari Xiumin itu. Mungkinkah ia iba terhadap Xiumin?

=3=

"Jika aku bahagia dalam posisi seperti ini. Kau bisa apa? Melarangku?"

Kyungsoo memutar bola matanya malas. Ia bingung terhadap pemikiran Xiumin. Bagaimana bisa Xiumin mempunyai pikiran segila itu? Hell.

"Memang apa yang sudah ia berikan padamu?"

Xiumin terdiam. Ia menundukkan wajahnya sesaat. Setelah itu ia hanya tertawa kecil bahagia.

"Dia tidak mencintaiku untuk apa aku mengharapkan hadiah darinya. Ia mengucapkan happy birthday padaku saja aku sudah cukup senang"

deg. Kyungsoo kini terdiam membisu. Ia kehabisan kata-kata.Yang ada dipikirannya saat ini hanyalah satu. Xiumin sangat mencintai Chen lebih dari apapun.

"Lalu kau akan berikan secara langsung?"

"Aku"

Xiumin menggigit bibirnya. Ia tidak tahu jika ditanya seperti itu. Sama seperti saat ia berada di bangku smp. Ia sudah menyiapkan uang untuk membelikan hadiah pada Chen. Namun, saat Luhan bertanya hal yang sama, Xiumin akhirnya membelanjakan uang itu hingga habis. Pengecut.

"Tidak tau"

"Aku tidak mau kau terluka Xiu. Mengertilah"

=3=

“Aku mau mencoba sesuatu”

Xiumin dengan malas menjawab pertanyaan Kyungsoo. Kyungsoo tau jika otak temannya yang satu ini memang sedikit gila. Namun, ia tidak tahu jika otak Xiumin itu lebih gila dari orang gila di rumah sakit jiwa itu.

“Kau serius?”

Xiumin mengangguk kecil menanggapi. Manik matanya masih fokus pada komik yang ada di tangannya. Tidak mau tau bahkan melirik sekedar mengetahui ekspresi Kyungsoo.

“Terserahmu saja, yang penting setelah ini kau tidak menangis karenanya”

=3=

Kyungsoo menatap Xiumin dari jauh. Kenapa Xiumin seolah menjauhinya  sangat jauh. Ia merasa terasingi karena ulah Xiumin. Apa ia berbuat kesalahan fatal sehingga Xiumin bahkan tidak mau melihatnya sedikitpun.

“Aku salah apa?”

“Tanpa kau sadari kau melakukan sebuah kesalahan, idiot”

“Tao?”

Tao hanya menatap Kyungsoo dengan tatapan sinis. Dalam hati ia tahu jika ini akan terulang kembali. Karena itu, Tao tidak mau berada di posisi Luhan ataupun Kyungsoo. Karena, ia tahu rasanya menjadi Xiumin.

“Kau ingin melindunginya. Namun, nyatanya kau malah melukainya”

Kyungsoo tercekat dengan bisikan Tao ditelinganya. Tubuhnya menegang seketika. Apakah benar ia berbuat salah? Tapi, apa kesalahannya?

“Teman dekat adalah orang yang akan membunuhmu. Secara perlahan”

Tao menyeringai kecil. Di dalam kata-katanya Kyungsoo tahu itu kalimat tersirat. Namun apa maksudnya?

=3=

“Aku menulis karena aku ingin ia tahu bagaimana kisahku”

Luhan terdiam. Manik matanya berkedip beberapa kali. Bagaimana jika ‘ia’ tidak membaca semua fiksi yang ada di blog Xiumin.

Bagaimana jika ia membaca namun ia tidak peduli.

“Sekalipun ia tidak membacanya, aku senang bisa menuangkan kisah kelabuku pada dunia”

=3=

Kisahku selalu terulang dengan orang yang berbeda. Tapi, kenapa objeknya selalu Chen. Apa memang takdir memaksaku untuk tetap ada di posisi mencintai Chen dan Chen menyukai temanku sendiri.

Hidup itu memang seperti domino. Yeah, sebuah permainan domino.

FIN

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment